Senin, 24 September 2012

EVALUASI MUTU MINYAK GORENG


1.    Apa yang dimaksud dengan minyak dan lemak serta berkan perbedaan – perbedaannya!
Jawab :
Perbedaan antara lemak dan minyak antara lain, yaitu pada temperatur kamar lemak berwujud padat sedangkan minyak berwujud cair, gliserida pada hewan berupa lemak (lemak hewani) dan gliserida pada tumbuhan berupa minyak
Jenis
Lemak
Minyak
Ikatan rangkap
Sedikit
Banyak
Titik leleh
Tinggi
Rendah
Wujud
Padat
Cair
Sumber
Umumnya dari hewani
Umumnya dari tumbuhan
Reaktifitas
Tidak mudah tengik
Mudah tengik

2.    Jelaskan fungsi minyak goreng dalam proses penggorengan
Jawab :
Sebagai penghantar panas, memberi warna pada bahan, memberikan rasa gurih pada bahan yang digoreng, memberikan kesan menarik pada bahan.

3.    Jelaskan syarat- syarat dalam memilih minyak goreng yang baik untuk digunakan dalam proses penggorengan !
Jawab :
Pilihlah minyak goreng yang warnanya jernih, baik putih atau yang agak kekuningan. Minyak goreng yang rusak akan tampak berwarna hitam dan berbau, maka jangan digunakan. Pilih minyak goreng yang bermerek bukan minyak goreng curah. Penggunaan minyak goreng bisa diulang, tapi jangan lebih dari 4 kali atau jika warnanya sudah berubah hitam akibat sisa gorengan makanan. Minyak bekas yang terakumulasi dalam tubuh akan menjadi bahan yang memicu munculnya sel kanker (karsinogen). Bila pada minyak goreng sudah tercium bau tengik meski baru dua kali dipakai, maka minyak tersebut berarti sudah rusak dan jangan digunakan lagi.

4.    Uraikan pengaruh yang dapat ditimbulkan dari penggunaan  minyak goreng terhadap produk goreng yang dihasilkan dalam prosess penggorengan !
Jawab :
Yang ditimbulkan minyak goreng terhadap produk goreng yang dihasilkan yaitu merubah warna bahan yang digoreng sehingga berubah menjadi warna kecoklatan, berpengaruh pada tekstur bahan yang digoreng dan menimbulkan rasa gurih pada bahan.

5.    Tuliskan SNI dari minyak goreng !
Jawab : SNI 01-3741-2002  

Senin, 04 Juni 2012

LAPORAN PEMBUATAN TEPUNG KELAPA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal berbagai macam komoditi pertanian, salah satunya adalah komoditi hasil perkebunan yaitu tanaman kelapa. Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang sangat serbaguna, karena dari daging, air kelapa, sabut, tempurung serta batang semuanya dapat digunakan. Bagian yang sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan akan pangan yaitu bagian daging buah kelapa, karena pada daging buah tersebut merupakan sumber minyak dan lemak, sumber protein, karbohidrat serta mengandung vitamin B dan vitamin C. Pengolahan daging buah kelapa sedemikian rupa sangat dianjurkan agar kandungan senyawa dalam buah kelapa tidak banyak yang hilang dan mengalami kerusakan. Salah satu metode yang tepat yaitu dengan mengolah daging buah kelapa tersebut dalam bentuk tepung. Tepung kelapa ini merupakan salah satu bentuk produk olahan dari daging buah kelapa yang dikurangi kadar lemaknya, bersifat kering sehingga dapat tahan lama. Pembuatan tepung kelapa ini merupakan salah satu metode pengawetan daging buah kelapa, serta dapat menambah nilai ekonomi dari buah kelapa itu sendiri karena tepung kelapa dapat dibuat berbagai macam produk makanan. Pengolahan tepung kelapa membutuhkan keahlian khusus. Oleh karena itu, praktikum pembutan tepung kelapa ini dilakukan perlu dilakukan untuk mendapatkan tepung kelapa yang sesuai standar. Sehingga dapat diketahui cara pembuatan tepung kelapa yang baik dan benar serta mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembuatan tepung kelapa.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara pembuatan tepung kelapa yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan blanching pada pembuatan tepung kelapa.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelapa (Cocos nucifera)

Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini. Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar, pengganti gayung, wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan tangan (Anonim, 2012). Adapun tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan, menurut Anonim (2011), tata nama kelapa diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.

B. Tepung Kelapa

Tepung kelapa (coconut flour) adalah salah satu jenis bahan makanan dari daging buah kelapa yang diawetkan dan dikurangi kadar lemaknya dibawah kondisi udara sejuk. Dalam pembuatan tepung kelapa digunakan buah kelapa yang tua berumur 11 bulan, berdaging buah tebal, sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan cita rasa (flavor) yang enak. Kelapa yang masih muda mempunyai daging buah yang tipis dan menghasilkan tepung yang mempunyai rendemen dan mutu yang rendah. Proses seasoning dengan membiarkan buah kelapa selama 3-4 minggu sering dilakukan untuk meningkatkan ketebalan daging buah, menurunkan kadar air dan memudahkan pelepasan daging buah dari tempurung kelapa. Sedangkan buah kelapa yang terlalu tua dan bertunas tidak baik bila digunakan untuk pembuatan tepung kelapa karena akan menghasilkan warna yang gelap (Grimwood, 1975).

C. Faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan tepung kelapa
Beberapa proses yang sangat menentukan terhadap mutu tepung kalapa yang dihasilkan adalah perlakuan blanching dan pengeringan. Dalam pembuatan tepung kelapa ditujukan untuk menghentikan aktifitas enzim penyebab kerusakan dan mencegah pertumbuhan mikrobia. Aktifitas enzim lipase mulai meningkat setelah mengalami kehancuran yang akhirnya bisa mempengaruhi dan bias mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Adanya proses hidrolisis ini menyebabkan naiknya nila asam lemak bebas. Terbentuknya asam lemak bebas disebabkan adanya hidrolisis lemak yang terjadi secara enzimatis. Dalam hal ini yang aktif adalah enzim lipase. Hidrolisis ini dipercepat karena adanya air yang kontak dengan lemak atau minyak. Demikian juga proses pengeringan merupakan proses perlakuan panas yang ditujukan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu hingga pertumbuhan mikrobia dan kegiatan enzim penyebab kerusakan pada bahan makanan tersebut dapat terhenti. Kecepatan proses hidrolisa dipengaruhi oleh kadar air oleh bahan. Semakin tinggi kadar air dalam bahan semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan demikian semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk (Hardley, 1977). Pembuatan tepung kelapa menggunakan proses blancing dengan perlakuan uap air dan air mendidih. Sedangkan pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada tepung. Pengeringan menggunakan proses penyangraian dimana penyangraian membentuk aroma dan rasa khas kelapa, selain itu menyebabkan reaksi browning sehingga tepung berwarna coklat (Winarto, 2008).

D. Proses pembuatan
Tepung kelapa Tahap-tahap dalam pembuatan tepung kelapa menurut Anonim (2008), adalah meliputi pembuangan sabut dan tempurug kelapa, pembuangan testa dan pencucian, blanching, pemarutan, pengeringan, pengukusan, pengepresan, pengeringan kembali seterusnya dilakukan penggilingan. Penjelasan beberapa tahap sebagai berikut:
1. Pembuangan Sabut Dan Tempurung Kelapa. Pembuangan sabut dan tempurung kelapa dilakukan dengan menggunakan pisau dan sebagainya.
2. Pembuangan testa
Testa yang berwarna cokelat ini harus dihilangkan dari daging buah kelapa untuk mendapatkan warna putih yang bersih. Selain itu testa perlu dihilangkan karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya tinggi sehingga mudah teroksidasi dan menyebabkan kerusakan minyak/lemak. Testa dihilangkan dengan menggunakan pisau khusus, perlakuan penghilangan testa ini dinamakan proses paring. Testa yang didapat biasanya dikeringkan untuk selajutnya digiling yang akan menghasilkan minyak testa (paring oil) yang bermutu rendah dan banyak digunakan untuk membuat sabun.
3. Pembelahan dan Pencucian Pemotongan atau pembelahan daging buah (karnel) dilakukan dengan pisau. Air kelapa dibuang dan daging buah dicuci dengan air yang bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada daging buah. Selain itu pencucian ditunjukan untuk melarutkan gula yang ada di permukaan daging buah yang berasal dari air kelapa. Gula yang ada di permukaan daging buah perlu dihilangkan untuk mencegah terjadinya browning pada permukaan daging buah kelapa.
4. Blanching
Blanching merupakan salah satu proses sterilisasi yang ditujukan untuk menghentikan aktifitas enzim penyebab kerusakan dan mencegah pertumbuhn mikrobia. Perlakuan blanching sebelum pengeringan mempunyai tujuan diantaranya mengurangi mikroorganisme, menonaktifkan enzim, mengeluarkan udara dari jaringan, memperbaiki sifat fisik yaitu warna bahan. Selain itu juga dapat memperbaiki sifat permeabilitas bahan mentah terhadap penguapan air dalam pengeringan (Grimwood, 1975) Menurut Van Arsdel (1964), perlakuan blanching ada 2 cara yaitu blanching dengan uap air panas (steam blanching) dan blanching dalam air mendidih atau air panas (hot water blanching). Di Srilangka blanching terhadap daging buah kelapa segar dilakukan dengan cara merendam daging buah kelapa segar kedalam air mendidih. Tetapi selama proses ini terjadi pengeluaran sebagian minyak kelapa yang terapung di permukaan air, sehingga air menjadi keruh dan kandungan minyak atau lemak dalam daging buah kelapa berkurang. Sedangkan di Filipina blanching dilakukan dengan mengalirkan uap air panas dalam jangka waktu tertentu. Perlakuan blanching dengan memanaskan pada suhu 85-950C selama 5 menit, merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya browning enzimimatis dengan menghentikan enzim polyphenol oxydase, atau dapat juga dilakukan dengan cara mengatur pH menjadi asam (2,5-3) menggunakan larutan asam sitrat 0.5% atau larutan askorbat 0,03%.
5. Pemarutan
Pemarutan daging buah kelapa dilakukan dengan menggunakan alat pemarut kelapa. Proses pemarutan ini ditujukan untuk mepercepat proses pengurangan kadar air dan untuk mempercepat serta mempermudah dalam proses selanjutnya disamping itu juga untuk merusak jaringan sel daging buah kelapa sehingga mempermudah keluarnya lemak/minyak kelapa dalam daging buah kelapa. 6. Pengeringan Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan hingga mencapai jumlah tertentu. Tujuan pengeringan ialah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikrobia penyebab pembusukan terhambat. Dasar pengeringan adalah pengurangan air karena perbedaan kandungan uap antara udara pengering dan bahan yang dikeringkan. Pengeringan ada 2 (dua) macam yaitu dengan menggunakan sinar matahari dan pegering mekanis (Meyer, 1982). Penyangraian bertujuan untuk memberikan kondisi tertentu bagi bahan untuk siap diolah pada proses berikutnya. Pada penyangraian beberapa hal yang mungkin dapat terjadi seperti penurunan kadar air, reaksi pencoklatan, terbentuknya cita rasa tertentu dan lain-lain. Penyangraian pada umumnya menyebabkan karamelisasi atau pencoklatan pada permukaan makanan, dimana dipertimbangkan peningkatan flavor (aroma) (Anonim, 2010). Di Srilangka, pengeringan daging buah kelapa yang sudah dihancurkan dilakukan dengan tebaran setebal 4 cm diatas rak yang dapat dilakukan pada suhu 880Cselama 55 menit dan selama pengeringan perlu dilakukan pengadukan secara periodik untuk meratakan pengeringan dan mencegah penggumpalan. Sedangkan di Filipina pengeringan ini dilakukan pada “continous driyer” dengan tebaran setebal 7 – 8 cm. selama pengeringan perlu dilakukan pengawasan terhadap sirkulasi udara, kelembaban dan suhu udara pemanas (Grimwood, 1975)
7. Pengukusan.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan dandang, dimana dalam proses ini ditunjukkan untuk membuka sel-sel daging buah kelapa sehingga akan mempermudah keluarnya minyak/lemak.
8. Pengepresan. Pengurangan kadar lemak pada daging buah kelapa yang sudah dihancurkan dilakukan dengan pengepresan yaitu memberikan tekanan yang cukup besar, yang ditunjukkan untuk mendorong keluarnya lemak/minyak dari selnya.
9. Penggilingan dan pengayakan.
Proses penggilingan ditujukan untuk memperoleh daging buah kelapa dalam bentuk tepung dan untuk memperoleh hasil yang seragam maka dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan yang berukuran 45 mesh.


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum mengenai Pembuatan Pemen Mangga dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Maret 2012, pukul 08.00-11.00 WITA, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu: - pemarut kelapa - wajan - pengaduk - ayakan - panci - baskom - kompor - grinder - sendok Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu: - kelapa - plastik gula - air bersih - sarung tangan plastik - tissue roll

C. Prosedur Kerja

Prosedur yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah: 1. Dibersihkan/dikupas kelapa tua kulit berwarna cokelatnya sehingga diperoleh daging buah kelapa berwarna putih bersih. 2. Diblanching daging kelapa dengan perlakuan: A1 = kontrol (tanpa perlakuan) A2 = blanching (uap air) A3 = blanching (air mendidih) 3. Diparut daging kelapa sampai halus. 4. Dikeringkan daging kelapa yang telah diparut dengan cara disangrai di wajan (digoreng tanpa minyak). 5. Digiling daging kelapa yang telah dikeringkan dengan grinder, lalu disaring sehingga diperoleh butiran-butiran yang sangat halus. 6. Dikemas tepung kelapa menggunakan plastik gula. 7. Dilakukan uji organoleptik.

D. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Aroma 2. Rasa 3. Warna 4. Tekstur IV.


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 06. Hasil Uji Organoleptik Tepung Kelapa Perlakuan Parameter Aroma Rasa Warna Tekstur A1 Agak suka Agak suka Agak suka Agak suka A2 Suka Agak suka Agak suka Agak suka A3 Suka Suka Agak suka Agak suka Sumber:Data Sekunder Hasil Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2012. Keterangan: A1 = kontrol (tanpa perlakuan) A2 = blanching (uap air) A3 = blanching (air mendidih)

B. Pembahasan

Bahan utama yang digunakan pada pembuatan tepung adalah kelapa tua. Kelapa tua memiliki daging buah yang lebih tebal dibandingkan kelapa muda. Daging buah yang tebal dapat menghasilkan rendemen yang tinggi, sehingga sangat cocok untuk diolah menjadi tepung kelapa. Hal ini sesuai pernyataan Grinwood (1975), bahwa dalam pembuatan tepung kelapa digunakan buah kelapa yang tua berumur 11 bulan, berdaging buah tebal, sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan cita rasa (flavor) yang enak. Kelapa yang masih muda mempunyai daging buah yang tipis dan menghasilkan tepung yang mempunyai rendemen dan mutu yang rendah. Blanching merupakan salah satu proses yang ditujukan untuk menghentikan aktifitas enzim penyebab kerusakan dan mencegah pertumbuhan mikrobia. Perlakuan blanching dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan uap panas dan air mendidih. Blanching dengan menggunakan uap air dapat mencegah terjadinya browning enzimatis, sedangkan blanching dengan menggunakan air mendidih dapat mengurangi kandungan minyak pada kelapa. Hal ini sesuai penyataan Van Arsdel (1964), bahwa perlakuan blanching ada 2 cara yaitu blanching dengan uap air panas (steam blanching) dan blanching dalam air mendidih atau air panas (hot water blanching). Perlakuan blanching dengan memanaskan pada suhu 85-95 0C selama 5 menit, merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya browning enzimimatis dengan menghentikan enzim polyphenol oxydase, atau dapat juga dilakukan dengan cara mengatur pH menjadi asam (2,5-3) menggunakan larutanasam sitrat 0.5% atau larutanaskorbat 0,03%. Faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan tepung kelapa adalah blanching dan pengeringan. Blanching bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim dan mencegah pertumbuhan mikroba. Blanching yang digunakan yaitu dengan air mendidih yang dapat mengurangi kandungan minyak pada kelapa, serta memperbaiki sifit fisik yaitu warna bahan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air tepung agar tepung yang dihasilkan lebih awet. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, pengering mekanis ataupun dengan cara mensangrai. Hal ini sesuai pernyataan Grinwood (1975), bahwa perlakuan blanching sebelum pengeringan mempunyai tujuan mengurangi mikroorganisme, menonaktifkan enzim, mengeluarkan udara dari jaringan, memperbaiki sifat fisik pada bahan. Dan sesuai pernyataan Winarto (2008), bahwa pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada tepung. Pengeringan menggunakan proses penyangraian dimana penyangraian membentuk aroma dan rasa khas kelapa, selain itu menyebabkan reaksi browning sehingga tepung berwarna coklat. Aroma yang dihasilkan pada perlakuan A3 yakni suka. Aroma yang disukai panelis adalah khas kelapa. Aroma khas kelapa ini dihasilkan dari proses penyangraian yang menimbulkan aroma kelapa keluar. Hal ini sesuai Anonim (2010), bahwa penyangraian pada umumnya menyebabkan karamelisasi atau pencoklatan pada permukaan makanan, dimana dipertimbangkan peningkatan flavor (aroma). Rasa yang dihasilkan pada perlakuan A3 adalah disukai oleh panelis, karena tepung kelapa yang dihasilkan memiliki rasa yang gurih. Rasa yang gurih ini diakibatkan daging buah yang tebal, sehingga kandungan minyak/lemak dan protein yang tinggi, yang berpengaruh terhadap rasa tepung kelapa. Hal ini sesuai pernyataan Grimwood (1975), bahwa dalam pembuatan tepung kelapa digunakan buah kelapa yang tua berumur 11 bulan, berdaging buah tebal, sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan cita rasa (flavor) yang enak. Warna yang dihasilkan pada perlakuan A3 agak disukai, yaitu berwarna coklat muda. Hal ini disebabkan karena akibat adanya proses penyangraian. Hal ini sesuai pernyataan Winarto (2008), pengeringan menggunakan proses penyangraian dimana penyangraian membentuk aroma dan rasa khas kelapa, selain itu menyebabkan reaksi browning sehingga tepung berwarna coklat. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan A3 yaitu agak disukai. Tekstur yang dihasilkan yaitu agak halus, karena dilakukan proses penggilingan. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2008), bahwa proses penggilingan ditujukan untuk memperoleh daging buah kelapa dalam bentuk tepung dan untuk memperoleh hasil yang seragam maka dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan yang berukuran 45 mesh Proses pembuatan tepung kelapa yaitu dimulai dari pengupasan dan pembersihan. Setelah daging buah kelapa bersih, lalu di blanching dan di parut. Setelah kelapa di parut lalu disangrai hingga kering, kemudian di giling hingga halus dan diayak, sehingga didapatkan tepung yang halus. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2008), bahwa tahap-tahap dalam pembuatan tepung kelapa adalah meliputi pembuangan sabut dan tempurug kelapa, pembuangan testa dan pencucian, blanching, pemarutan, pengeringan, pengukusan, pengepresan, pengeringan kembali seterusnya dilakukan penggilingan.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini, adalah: 1. Pembuatan tepung kelapa adalah meliputi pembuangan sabut dan tempurug kelapa, pembuangan testa dan pencucian, blanching, pemarutan, pengeringan, pengukusan, pengepresan, pengeringan kembali seterusnya dilakukan penggilingan. 2. Perlakuan blanching pada pembuatan tepung kelapa mempengaruhi rasa, aroma, tekstur dan warna.
B. Saran Saran untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya dilakukan pengukuran kandungan lemak pada daging kelapa, baik sebelum pengolahan maupun setelah pengolahan tepung kelapa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Penelitian Pembuatan Tepung Kelapa. http://winartosst.blogspot.com/. Diakses tanggal 28 Maret 2012. Makassar. Anonim, 2010. Bahan Baku Beras Rendang. http://indonesia-life.info/kolom2/allread/0/oya/reno/5048.html#5048. Diakses tanggal 28 Maret 2012. Makassar. Anonim, 2011. Kelapa. http://www.plantamor.com/index.php?plant=365. Diakses tanggal 28 Maret 2012. Makassar. Anonim, 2012. Kelapa. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa. Diakses tanggal 28 Maret 2012. Makassar. Grinwood, Brian E. 1975. Coconut Palm Products. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Rome. Hardley. 1977. Official Methods of Analysis Assoc of Official Agriculture Chemistry. Washington. DC. Meyer, L.H. 1982. Food Chemistry. AVI Publishing Company Inc. Wesport Connecticut. Van Arsdel. 1964. Manual of Analisiys. Mac Graw Hill. Publishing Company Limited. New Delhi. Winarto. 2008. Pengolahan Kelapa. Agro Industry Press. Jurusan Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

LAPORAN PEMBUATAN SAUERKRAUT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam nabati, salah satunya adalah sayuran. Telah banyak kita temui berbagai macam jenis sayuran salah satunya adalah sawi. Selain digunakan sebagai sayuran yang dikonsumsi biasa sebagai pendamping nasi. Sawi bisa dijadikan sebagai produk fermentasi yaitu sauerkraut yang nilai gizinya tidak kalah dengan produk fermentasi lainnya. Sayuran memiliki sifat cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Tujuan pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu. Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi. Sauerkraut diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses pembuatan sauerkraut sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Terjadi proses fermentasi spontan dalam pengolahan sauerkraut ini, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi gagal atau berhasilnya pembuatan sauerkraut. Oleh sebab itu, praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut yang baik dan benar serta mengetahui pengaruh penambahan garam pada sauerkraut.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut sebagai salah satu metode memperpanjang masa simpan sayuran.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan garam pada pembuatan sauerkraut. 

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sawi hijau (Brassica rapa)

Sawi hijau (Brassica rapa) convar. parachinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae, merupakan jenis sayuran yang cukup populer. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar (biasanya dilayukan dengan air panas) atau diolah menjadi asinan (kurang umum). Jenis sayuran ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Bila ditanam pada suhu sejuk tumbuhan ini akan cepat berbunga. Karena biasanya dipanen seluruh bagian tubuhnya (kecuali akarnya), sifat ini kurang disukai. Pemuliaan sawi ditujukan salah satunya untuk mengurangi kepekaan akan suhu ini (Anonim, 2009a). Klasifikasi ilmiah dari sawi hijau berdasarkan Anonim (2011), yaitu : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa var. parachinensis L.

B. Sauerkraut

Sauerkraut merupakan produk hasil fermentasi sayur sawi yang memiliki karakteristik warna, tekstur, dan aroma khas yang diperoleh dari proses fermentasi dengan cara mengiris - iris sawi dan dicampur dengan larutan garam. Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asamnya diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di identifikasi berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau roti. Gula yang terkandung dalam sayur sawi terdiri dari 85% glukosa dan15% fruktosa. Komposisi zat gizi termasuk gula dalam sawi / kol bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman (Frazier dan Westhoff. 1988). Kandungan gula dalam pembuatan sauerkraut, memainkan peranan yang penting karena pengaruhnya terhadap keasaman maksimal yang dihasilkan saat fermentasi. Perbedaan kandungan gula dengan kisaran 2,9 % - 6,4% pada kebanyakan jenis sawi, menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan gula maka produk yang dihasilkan juga akan mengandung kadar asam yang tinggi, jika tidak dilakukan proses penghentian fermentasi yakni dengan cara pendinginan atau pengalengan. sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Kadar garam yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut berkisar antara 2,25 -2,5 % berat sawi untuk menghasilkan kraut dengan kualitas yang baik dan garam harus terdistribusi secara merata. Kadar garam untuk pembuatan produk asinan juga dapat berkisar antara 5-15%. Garam yang ditambahkan akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi, 2011).

C. Faktor-Faktor Pengolahan Sauerkraut

Faktor-faktor yang utama dalam fermentasi sayuran adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang merata, terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri asam laktat. Selanjutnya disebutkan bahwa kebersihan bahan baku juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran. Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan pertumbuhannya yang terdiri dari sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan energi kimia dan untuk menyusun komponen-komponen sel (Buckle, et.all. 1987) Menurut Marta (2011), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan sauerkraut adalah: 1. Garam Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk. Garam, dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan sawi. Jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat sawi untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap. 2. Suhu Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yangakan tumbuh. 3. Oksigen Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.

D. Proses Pengolahan

Sauerkraut adalah fermentasi sawi menggunakan bakteri asam laktat sehingga beras masam. Sawi dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak dan kotor, dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar ±1 mm. Irisan sawi ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki atau wadah kemudian ditambahkan larutan garam 2,25% dan diaduk serata mungkin. Bakteri yang memulai fermentasi adalah Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh Lacotabacillus brevis, Lb. plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Suhu optimal untuk fermentasi ini adalah 25-30ºC dengan waktu 2-3 minggu. Suhu di atas 30ºC mengakibatkan produksi asam berlebihan sedang jika suhu kurang dari 25ºC sering muncul flavor dan warna yang tidak diharapkan serta waktu fermentasi menjadi sangat lama (Anonim, 2009b). Menurut Margono (1993), proses pengolahan sauerkraut adalah sebagai berikut: BAHAN 1. Sayuran (Kol atau sawi) 1 kg 2. Garam 50 gram 3. Air secukupnya ALAT 1. Pisau 2. Ember plastik kecil dan tutup 3. Lilin atau lem plastik 4. Botol selai dan tutup yang sudah disterilkan 5. Panci 6. Baskom CARA PEMBUATAN SAUERKRAUT: a. Layukan sayuran (kol/sawi) selama 1 malam; b. Buang daun sayuran (kol/sawi) bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu cuci; c. Iris tipis-tipis ± 2~3 mm, tulang daun sedapat mungkin tidak disertakan. d. Campurkan dengan garam 25 gram, aduk hingga rata kemudian masukkan ke dalam ember kecil sambil ditekan-tekan agar padat. Tutup dengan plastik serta diberi beban diatasnya; e. Tutup ember dengan penutupnya, lalu sepanjang lingkaran penutup dilem atau diberi lilin agar tak ada udara yang masuk; f. Biarkan peragian selama 2~3 minggu pada suhu ruangan, setelah itu pisahkan cairannya; g. Segera masukkan padatan sauerkraut tersebut ke dalam botol selai; h. Buat larutan garam dengan melarutkan garam 25 gram dalam 1 liter air dan aduk sampai rata. Panaskan hingga mendidih; i. Dalam keadaan panas masukkan larutan garam tersebut ke dalam botol selai yang telah berisi padatan sauerkraut (untuk padatan 1 kg memerlukan cairan sebanyak 1 ½ liter). Kemudian tutup rapat; j. Rebus botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit, kemudian angkat dan dinginkan. SAYURAN KOL atau SAWI Dilayukan Diiris tipis ± 2-3 mm Dicampur dengan garam Ditutup dengan ember rapat-rapat (± 2-3 minggu) Ditiriskan Cairan Padatan Disaring Didinginkan Dipanaskan Di masukkan botol Cairan pengisi Dimasukkan dalam botol Larutan atau kaleng sauerkraut garam panas Minuman sauerkraut Dipanaskan ± 30 menit Didinginkan SAUERKRAUT Gambar 01. Diagram alir proses pembuatan sauerkraut  

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Nabati dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 06 Maret 2012 pukul 08.00-11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2012.
B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : - pisau - toples - baskom - timbangan analitik Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : - sawi hijau - garam - aluminium foil - air - plastik gula - tissue roll - sarung tangan plastik
C. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu : 1. Didiamkan selama 1 malam sawi hijau yang telah dicuci bersih. 2. Dipisahkan bagian tengah sawi hijau dan diiris tipis-tipis daun sawi hijau. 3. Ditimbang daun sawi hijau 36,28 gram dan garam 4 % yaitu 1,45 gram. 4. Diremas daun sawi hijau bersama dengan garam sawi hijau hingga menjadi kering, tanpa air. 5. Dimasukkan kedalam kantong plastik. 6. Disiapkan kantong berisi air kemudian ditumpuklangsung dan menyentuh sawi. 7. Ditutup toples rapat dengan memastikan bahwa semua celahtelah diisi oleh kantong air. 8. Diinkubasi selama tiga hari.
D. Parameter Pengamatan Parameter Pengamatan dari praktikum ini adalah - warna - aroma - tekstur 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat dari pada tabel sebagai berikut : Tabel 01. Hasil Pengamatan Sauerkraut setelah penyimpanan selama 3 hari Kelompok Parameter Warna Aroma Tekstur I Hijau Kehitaman Busuk Lunak II Hijau Busuk Keras III Hijau Sawi Lunak IV Hijau Busuk Keras V Hijau Busuk Lunak VI Hijau Busuk Lunak Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2012. Adapun perlakuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: I. Sawi hijau 45 gram + garam 2% II. Sawi hijau 21,57 gram + garam 2% III. Sawi hijau 37,13 gram + garam 3% IV. Sawi hijau 63,33 gram + garam 3% V. Sawi hijau 48,87 gram + garam 4% VI. Sawi hijau 36,28 gram + garam 4%

B. Pembahasan

Sawi yang digunakan pada pembuatan sauerkraut ini menjadi medium pertumbuhan bagi bakteri asam laktat. Sawi ini akan melakukan fermentasi bersama dengan garam yang akan menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran sebagai pelengkap subsrat untuk petumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat pada permukaan daun-daun sawi. Bakteri asam laktat pada sawi ini akan memfermentasi gula-gula menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis secara anaerob. Hal ini sesuai pernyataan (Tjahjadi, 2011), bahwa sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Proses pembuatan sauerkraut dimulai dengan, sawi dibersihkan dari bagian yang hijau,rusak atau yang kotor, dicuci dan kemudian diiris kecil-kecil selebar ± 1 mm. Bagian tengah (core) sawi dapat dibuang atau dibiarkan sebelum pemotongan kecil-kecil. Irisan sawi ini kemudian dimasukkan ke dalam tempat atau toples kaca yang selanjutnya ditambahkan 1,45 gram garam dan diaduk serata mungkin. Toples kemudian ditutup kantong yang berisi air yang cukup lebar untuk menutupi bagian tepi dari toples kaca. Air dimasukkan kedalam plastik ini yang berfungsi sebagai pemberat dan penutup yang efektif. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2009b), bahwa tahapan pembuatan sauerkraut adalah penyiapan bahan baku, pelayuan agar air dari jaringan keluar, pemisahan bagian tidak terpakai, pencucian, penirisan, penyiapan larutan garam, pemasukan sawi ke dalam toples yang bersih dan steril, penuangan larutan garam ke dalam toples berisi sawi, dan diinkubasi selama 20 hari. Faktor yang menyebabkan gagalnya sauerkraut yakni konsentrasi garam yang ditambahkan terlalu tinggi mengakibatkan penundaan fermentasi secara alamiah serta menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir. Selain itu, suhu juga dapat menentukan keberhasilan pada pembuatan sauerkraut tersebut, suhu yang lebih rendah mengakibatkan pertumbuhan bakteri asam laktat menjadi lambat sehingga tumbuh mikroba yang lain yang menyebabkan produk menjadi busuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjahjadi (2011), bahwa pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Warna yang dihasilkan pada pembuatan sauerkraut perlakuan VI diperoleh warna hijau. Warna hijau gelap pada sauerkraut ini diakibatkan karena penambahan garam yang terlalu banyak yaitu 1,45 gram (4%) sehingga proses fermentasi tidak berlagsung baik dan menunda pertumbuhan bakteri asam laktat secara alami yang diperlukan dalam pembuatan sauerkraut. Warna sauekraut yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan warna alami sawi yaitu hijau pucat. Hal ini sesuai pernyataan Marta (2011), bahwa jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat sawi untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap. Aroma sauerkraut yang dihasilkan perlakuan VI yakni berbau busuk. Hal ini disebabkan karena bakteri asam laktat yang tidak tumbuh maksimal sehingga tumbuhnya bakteri lain. Tidak maksimalnya pertumbuhan bakteri asam laktat karena suhunya tidak terkontrol dan berada di bawah suhu ruang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marta (2011), bahwa bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan VI yakni lunak. Hal ini disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme selain bakteri asam laktat yaitu tumbuhnya kapang dan khamir. Kapang dan khamir ini kandungan air dan garam yang berlebihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frazier dan Westhoff (1988), bahwa pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak.  

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Proses pembuatan sauerkraut adalah pelayuan, pemisahan bagian yang rusak, pencucian, pemotongan, penambahan garam, penyimpanan dalam toples, penumpukan air dan fermentasi.
2. Penambahan garam pada pembuatan sauerkraut mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat.

B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar dalam pengolahan sauerkraut di kontrol suhunya agar didapatkan produk sauerkraut yang berhasil dan hasil olahan sauerkraut sebaiknya dilakukan uji pH.  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009a. Sawi Hijau. http://www.plantamor.com/index.php?album=225. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar.
Anonim, 2009b. Sauerkraut (Pengawetan Sayuran). http://musicnot mustsick.blogspot.com/. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar.
Anonim, 2011. Sawi Hijau. http://id.wikipedia.org/wiki/sawi-hijau. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar.
Buckle, Kenneth, A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham, H., dan Wooton, Michael. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Universitas Indonesia : Jakarta.
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. McGraw.Hill, Inc,New York. Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung.
Margono, Tri, Detty Suryati dan Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Tjahjadi, 2011. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume II. PenerbitWidya Padjadjaran, Bandung.

LAPORAN PEMBUATAN PERMEN MANGGA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mangga merupakan salah satu buah yang sangat populer di masyarakat dengan rasanya yang khas. Buah mangga selain dikonsumsi secara langsung ada juga yang diolah terlebih dahulu. Berbagai jenis olahan mangga banyak dipasaran yang terdapat dalam berbagai macam bentuk olahannya yang diminati oleh konsumen. Untuk menikmati buah mangga hanya pada musimnya saja, namun setelah itu sulit untuk mendapatkannya. Produk olahan dari mangga menjadi salah satu cara agar tetap bisa menikmati buah mangga, akan tetapi dalam bentuk yang telah diolah terlebih dahulu. Pengolahan mangga menjadi suatu produk yang bisa dinikmati dalam jangka waktu yang lama memerlukan perlakuan atau pengolahan tertentu agar bisa dinikmati setiap waktu, namun tidak semua orang dapat melakukannya. Pengolahan mangga tidak terlepas dari bagaimana prosedur pengolahannya agar dihasilkan produk yang berkualitas. Permen yang banyak beredar umumnya dengan rasa buah yang beragam. Akan tetapi, masing - masing buah memiliki rasa yang khas sehingga produk yang dihasilkan pun berbeda-beda, begitu pula dengan mangga. Pengolahan permen mangga membutuhkan keahlian khusus. Oleh karena itu, praktikum pembutan permen mangga ini dilakukan perlu dilakukan untuk mendapatkan permen yang sesuai standar. Sehingga dapat diketahui cara pembuatan permen mangga yang baik dan benar dan untuk mengetahui pengaruh penambahan gula terhadap permen yang dihasilkan..

B. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara pembuatan permen mangga yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi penambahan gula terhadap permen yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mangga (Mangifera indica)
Buah mangga yang masih muda pada umumnya memiliki daging buah yang berwarna keputih-putihan. Menjelang tua daging buah berubah menjadi kekuning-kuningan sampai kejingga-jinggaan. Rasa daging buah mangga bervariasi, yaitu asam sampai manis dengan aroma yang khas pada setiap jenis atau varietas mangga. Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan selulosa. Gula sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Gula tersebut memberikan rasa manis dan tenaga yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Zat tepung mangga masak lebih sedikit dibandingkan dengan mangga mentah, karena tepung yang ada telah banyak yang berubah menjadi gula (Anonim, 2012a). Dalam tata nama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, menurut Anonim (2012b), tanaman mangga diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Anacardiales
Famili : Anacardiaceae (mangga-manggaan)
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica Linn

B. Bahan Tambahan
1. Gula
Gula (Sukrosa) adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis dan kelembutan yang mempunyai daya larut tinggi, mempunyai kemampuan menurunkan aktivitas air (aw) dan mengikat air. Gula (sukrosa) adalah sejenis karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis. Sumber bahan mentah untuk pembuatan gula yaitu tebu dan bit gula. Jenis gula yang dipakai adalah gula pasir. Fungsi gula dalam pembuatan kembang gula adalah sebagai bahan pemanis, penambah rasa, pembentukan gel dan pengawet alami. Banyaknya gula yang ditambahkan tergantung pada banyaknya buah kelapa yang digunakan, semakin banyak buah kelapa yang digunakan maka semakin banyak gula yang harus ditambahkan, apabila buah yang digunakan sedikit maka gula yang dibutuhkan sedikit (Buckle,et all, 1992). Gula (sukrosa) adalah sejenis karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis. Sumber bahan mentah untuk pembuatan gula yaitu tebu dan bit gula. Jenis gula yang dipakai adalah gula pasir. Fungsi gula dalam pembuatan kembang gula kelapa adalah sebagai bahan pemanis, penambah rasa, pembentukan gel dan pengawet alami. Banyaknya gula yang ditambahkan tergantung pada banyaknya buah kelapa yang digunakan, semakin banyak buah yang digunakan maka semakin banyak gula yang harus ditambahkan, apabila buah yang digunakan sedikit maka gula yang dibutuhkan sedikit (Fardiaz, 1992). Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar terbentuknya kristal–kristal di permukaan gel dapat di cegah. Kelebihan gula yang ditambahkan dalam bahan pangan dengan konsentrasi yang tinggi akan mengakibatkan air yang ada dalam bahan pangan tersebut menjadi tidak tersedia bagi pertumbuhan mikroorganisme. Apabila penambahan gula berlebih atau tidak sesuai dengan takaran, maka akan terjadi kristalisasi. Kristalisasi dapat disebabkan oleh padatan terlarut yang berlebih. Penambahan gula yang terlalu banyak akan menyebabkan kembang gula menjadi keras dan berkristal. Sebaliknya bila penambahan gula yang terlalu sedikit menyebabkan kembang gula menjadi lembek. Apabila penambahan gula disesuaikan jumlahnya dengan banyaknya buah yang dipakai, akan dihasilkan kembang gula yang mempunyai tekstur yang diinginkan (Supardi,2007 ).

2. Margarin
Selain butter, jenis lemak yang umum digunakan adalah Hardened Palm Kernel Oil, HPKO, dengan karakteristik kisaran melting point yang sempit dan tekstur yang rapuh. Umumnya lemak yang digunakan berbentuk hampir solid dalam kondisi suhu lingkungan, hal ini memberi pengaruh pada saat penyimpanan produk akhir di pasaran pada saat musim panas, sehingga tidak mudah meleleh. Namun demikian, lemak ini harus meleleh dalam suhu tubuh, terutama dalam mulut, karena penggunaan lemak dengan titik cair yang terlalu tinggi umumnya akan memberikan efek Greese coating di mulut dan kurang menyenangkan. Penggunaan lemak umumnya dikombinasikan dengan penggunaan emulsifier seperti soya lesitin atau glyseril monostearate, yang berguna menjaga tingkat stabilitas distribusi yang merata lemak yang terkandung di dalam adonan. Dengan adanya kandungan lemak yang tinggi akan cukup mempengaruhi mutu permen, dimana jika tidak terikat dengan baik lemak akan mudah keluar dari adonan dan permukan permen, yang dapat mendorong terjadinya oksidasi dan menimbulkan rasa tengik. Bahan tambahan lainnya yang juga umum digunakan dalam menjaga tekstur permen adalah modified starch dan gelatin (fardiaz,1992).

3. Jeruk nipis
Jeruk nipis sering kali digunakan sebagai pemberi rasa asam alami dan penghilang bau. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menurunkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5 (Supardi,2007).

C. Faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan permen
Kristalisasi dapat disebabkan oleh padatan terlarut yang berlebih. Penambahan gula yang terlalu banyak akan menyebabkan kembang gula menjadi mengeras. Sebaliknya bila penambahan gula yang terlalu sedikit menyebabkan kembang gula menjadi lembek. Apabila penambahan gula disesuaikan jumlahnya dengan banyaknya buah yang dipakai, akan dihasilkan kembang gula yang mempunyai tekstur yang diinginkan. Perbandingan antara gula dengan buah adalah 2 bagian berat gula banding 1 bagian bagian berat buah (Buckle, et.all, 1992). Apabila pemasakan terlalu lama dengan suhu yang tinggi maka akan terjadi kegosongan atau karamelisasi sehingga akan kehilangan cita rasa dan warna, namun apabila suhu yang digunakan rendah dan dengan waktu pemasakan yang singkat, maka kembang gula tidak akan terbentuk. Selama proses pemasakan perlu dilakukan pengadukan supaya panasnya dapat merata dan mencegah kegosongan, pengadukan yang dilakukan tidak boleh terlalu cepat atau sambil memukul-mukul yang dapat mengakibatkan timbulnya gelembung–gelembung udara, bila hal ini terjadi kembang gula yang dihasilkan akan berongga sehingga merusak tekstur. Selama proses pemanasan dan pendidihan akan terjadi reaksi millard dan pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi karamelisasi. Keduanya berkontribusi pada pembentukan flavor dan warna produk candy khususnya ini sangat diharapkan pada toffee/karamel. Karamelisasi (pencokelatan) akibat pemanasan gula dan reaksi Maillard (pencokelatan) terjadi reaksi antara grup amino dan hidroksi. Selama proses juga terjadi konversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (gula invert) (Abubakar, 2007). Tujuan dari pemanasan adalah untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada bahan serta untuk meningkatkan kelarutan dari sukrosa. Pemanasan yang terlalu cepat akan mengakibatkan kadar air bahan tinggi, sehingga tekstur sangat lembek, serta menyebabkan kelarutan sukrosa menjadi rendah yang menyebabkan terjadinya kristalisasi sukrosa selama pendinginan. Sedangkan pemanasan yang terlalu lama dapat mengakibatkan perubahan warna pada kembang gula akibat terjadinya karamelisasi (Winarno, 1992). Suhu yang digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira-kira 3 persen adalah 150°C sehingga menghasilkan kandungan air yang rendah (1 – 3%), membentuk supersaturated non crystaline solution yang menghasilkan ”glassy tekstur” bentukkan menyerupai glass yang bening dan tekstur yang keras, serta memiliki kelembaban relatif dibawah 30%. Hal ini menyebabkan cenderung mudah menyerap uap air dari sekitar, sehingga dibutuhkan bahan kemasan. Dengan spesifikasi yang pas agar permen tidak mudah basah dan lengket. Teknik membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum dan dengan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal (Buckle, et.all, 1992).

D. Pencoklatan non enzimatis
Karamelisasi terjadi bila suatu larutan glukosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga dengan titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan terus dilakukan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 160oC. Bentuk dari pigmen karamel disebut reaksi browning nonenzimatis dengan kehadiran komponen nitrogen. Ketika gula dipanaskan tanpa air atau dipanaskan (Winarno, 1992). Pencegahan browning nonenzimatis ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu : Penurunan suhu, karena browning ini disebabkan oleh suatu panas, dengan penurunan suhu dapat dicegah atau dikurangi terjadinya browning. Pengurangan kandungan air, reaksi browning tergantung dari adanya air, sebab itu pengurangan kadar air dengan proses dehidrasi dapat menjegah browning. Penggunaan inhibitor kimia, banyak zat-zat kimia yang dapat mencegah browning nonenzimatis seperti sulfit, bisulfit dan garam-garam dapur (buckle,et all, 1992). Karamelisasi merupakan proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan dalam pemanasan gula yang melampaui titik leburnya. Misalnya pada suhu diatas 170 0C, maka mulailah karamelisasi sukrosa, gula caramel sering digunakan dalam bahan pemberi cita rasa pada makanan. Dari penambahan gula tersebut dapat menimbulkan reaksi maillard yaitu reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malah menjadi pertanda menurunnya mutu. Karamelisasi merupakan proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan dalam pemanasan gula yang melampaui titik leburnya. Misal pada suhu diatas 170 0C, maka mulailah karamelisasi sukrosa, gula caramel sering digunakan dalam bahan pemberi cita rasa pada makanan. Dari penambahan gula tersebut dapat menimbulkan reaksi maillard yaitu reaksi antara karbohidrat khususnya gula perduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malah menjadi pertanda menurunnya mutu (Jackson, E.B. 1995).

E. Proses pembuatan permen
Pengolahan permen secara umum yakni dimulai dengan menimbang bahan-bahan yang diperlukan sebelum membuat candy sesuai dengan formula pencampuran. Air diperlukan untuk melarutkan gula pada tahapan ini namun penggunaan air diusahakan sesedikit mungkin. Pemanasan/pemasakan pada tahapan ini untuk mengetahui suhu akhir dari pemasakan perlu diketahui hubungan konsentrasi gula dengan titik didih. Pendinginan setelah titik akhir tercapai adonan gula segera dipindahkan kewadah lain sambil didinginkan. Tambahkan bahan-bahan lain (pewarna, perisa, asam dan lain-lain) secara bertahap sambil diaduk perlahan. Pencetakan dilakukan pada saat permen menjadi plastis (mengental karena dingin) pencetakan dapat dilakukan. Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan kualitas produk dan memperbaiki penampilan (Fardiaz, 1992).  

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat
Praktikum mengenai Pembuatan Pemen Mangga dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Maret 2012, pukul 08.00-11.00 WITA, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu: - baskom - freezer - pisau - timbangan - blender - cetakan - spatula - kompor - wajan Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu: - aluminium foil - mangga - air bersih - jeruk nipis - sarung tangan plastik - tissu roll - margarin - gula pasir
C. Prosedur Kerja Prosedur yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah: 1. Dicuci mangga sampai bersih 2. Dikupas kemudian dipotong kecil-kecil 3. Diblender sampai membentuk bubur buah. 4. Ditimbang bubur buah sesuai perlakuan: a. I dan II : Bubur buah 500 g + gula pasir 400 g b. III dan IV : Bubur buah 500 g + gula pasir 600 g c. V dan VI : Bubur buah 500 g + gula pasir 800 g 5. Dimasak bubur buah samapi mendidih, setelah itu ditambahkan gula sambil diaduk. 6. Ditambahkan jeruk nipis dan margarin, kemudian diaduk sampai mengental. 7. Dituang ke dalam cetakan yang telah diolesi margarin. 8. Disimpan ke dalam freezer permen yang telah dimasukkan ke cetakan. 9. Dilakuan uji organoleptik.
D. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Aroma 2. Rasa 3. Warna 4. Tekstur IV.


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 04. Hasil Uji Organoleptik Permen Mangga Perlakuan Parameter Aroma Rasa Warna Tekstur I dan II Agak suka Tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka III dan IV Agak suka Suka Agak suka Agak suka V dan VI Agak suka Agak suka Agak suka Agak suka Sumber:Data Sekunder Hasil Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2012. Keterangan: I dan II : Bubur buah 500 g + gula pasir 400 g III dan IV : Bubur buah 500 g + gula pasir 600 g V dan VI : Bubur buah 500 g + gula pasir 800 g

B. Pembahasan
Bahan utama yang digunakan pada pembuatan permen adalah mangga dikarenakan mangga memiliki kandungan gula sederhana seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa cukup tinggi. Kandungan gula sederhana pada mangga ini akan memberikan rasa manis pada permen dan bersama gula akan mengalami reaksi karamelisasi karena telah melewati titik leburnya akibat pemanasan. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2012a), bahwa karbohidtrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung dan selulosa. Gula sederhana yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Gula tersebut memberikan rasa manis dan tenaga yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Gula digunakan pada pembuatan permen ini karena merupakan bahan utama dalam proses karamelisasi. Selain itu, penambahan gula juga digunakan untuk memberikan rasa manis pada permen yang dihasilkan dan dapat menghasilkan tekstur yang diinginkan dengan penambahan gula yang sesuai. Hal ini sesuai pernyataan Jackson,EB (1995), bahwa apabila penambahan gula disesuaikan jumlahnya dengan banyaknya buah yang dipakai, akan dihasilkan kembang gula yang mempunyai tekstur yang diinginkan penambahan gula yang terlalu banyak akan menyebabkan kembang gula menjadi keras dan berkristal. Sebaliknya bila penambahan gula yang terlalu sedikit menyebabkan kembang gula menjadi lembek. Jeruk nipis digunakan pada pembuatan permen ini berfungsi memberikan rasa asam pada permen. Jeruk nipis juga dapat mengimbangi penambahan gula pada pembuatan permen mangga ini serta menghilangkan atau menetralkan aroma pada permen. Hal ini sesuai pernyataan Supardi (2007), bahwa jeruk nipis sering kali digunakan sebagai pemberi rasa asam alami dan penghilang bau. Margarin digunakan pada pembuatan permen gula ini bertujuan untuk menstabilkan tekstur permen mangga selama pembuatan dan penyimpanan, sehingga tekstur pada permen yang baik pada permen dapat dipertahankan sampai dikonsumsi. Hal ini sesuai pernyataan Fardiaz (1992), bahwa dengan adanya kandungan lemak yang tinggi akan mempengaruhi mutu permen. Dimana jika tidak terikat dengan baik lemak akan mudah keluar dari adonan permukaan permen, yang dapat mendorong terjadinya oksidasi dan menimbulkan rasa tengik, serta tekstur permen menjadi lunak. Pencoklatan non enzimatis pada pembuatan permen mangga ini terjadi akibat dari penambahan gula yang dipanaskan. Proses terjadi melalui reaksi karbohidrat dengan gugus amina primer. Pencoklatan enzimatis yang terjadi selama pemanasan ini akan memberi cita rasa yang khas, akan tetapi jika pencoklatan ini berlebihan akan menyebabkan produk yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai pernyataan Winarno (1992), bahwa pencoklatan non enzimatis merupakan proses karamelisasi yang disebabkan dalam pemanasan gula. maka mulailah karamelisasi sukrosa, gula caramel sering digunakan dalam bahan pemberi cita rasa pada makanan. Dari penambahan gula tersebut dapat menimbulkan reaksi maillard yaitu reaksi antara karbohidrat khususnya gula perduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malah menjadi pertanda menurunnya mutu. Prosedur pembuatan permen yaitu dimulai dengan pencucian, pembuatan bubur buah, penimbangan kemudian dilakukan penambahan gula kemudian dilakukan pemanasan sampai mengental dan ditambahkan asam sitrat atau jeruk dan diaduk hingga enjadi berbentuk karamel. Setelah itu, dilakukan pencetakan kemudian didinginkan sampai terbentuk tekstur permen yang memadat dan dikemas. Hal ini sesuai pernyataan Fardiaz (1992), bahwa proses pembuatan permen secara umum yakni penimbangan, pencampuran/pelarutan, pemasakan/pemekatan, pendinginan, pencetakan dan pengemasan. Faktor yang mempengaruhi pembuatan permen yakni gula yang ditambahkan harus disesuaikan karena penambahan gula yang berlebihan akan menyebabkan mengerasnya permen akan tetapi penambahan gula yang sedikit akan membentuk tekstur karamel yang lembek. Selain gula yang ditambahkan faktor lain yang berpengaruh yakni suhu pemasakan yang tinggi akan menyebabkan kegosongan pada karamel akan tetapi jika suhunya rendah dengan waktu pemasakan yang kurang akan menyebabkan tidak terbentuknya permen serta rusaknya cita rasa dan warna permen. Hal ini sesuai pernyataan Supardi (2007), bahwa apabila pemasakan terlalu lama dengan suhu yang tinggi maka akan terjadi kegosongan atau karamelisasi sehingga akan kehilangan cita rasa dan warna, namun apabila suhu yang digunakan rendah dan dengan waktu pemasakan yang singkat, maka kembang gula tidak akan terbentuk. Sedangkan gula menyebabakan kristalisasi. Aroma yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak suka. Hal ini disebabkan oleh pengaruh penambahan gula yang terlalu banyak serta pemasakan dan pendidihan mengakibatkan aroma yang dihasilkan menjadi agak berbau gosong. Hal ini sesuai pernyataan Abubakar (2007), bahwa pemasakan, pemanasan dan pendidihan akan terjadi reaksi millard dan pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi karamelisasi. Keduanya berkontribusi pada pembentukan flavor dan warna produk candy khususnya ini sangat diharapkan pada toffee/karamel. Rasa yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak disukai. Hal ini disebabkan oleh penambahan gula dalam jumlah yang banyak atau perbandingan antara gula dan dan buah tidak sesuai sehingga proses karamelisasi lebih cepat menyebabkan permen agak gosong . Hal ini sesuai pernyataan Buckle,et.all (1992), bahwa perbandingan antara gula dengan buah adalah 2 bagian berat gula banding 1 bagian bagian berat buah. Warna yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak suka. Hal ini disebabkan oleh suhu dan waktu yang digunakan dalam pemasakan permen serta jumlah gula yang digunakan. Waktu yang digunakan untuk mengkaramel cenderung lebih lama dikarenakan jumlah gula yang banyak sehingga lebih mudah gosong. Hal ini sesuai pernyataan Abu bakar (2007), bahwa apabila pemasakan terlalu lama dengan suhu yang tinggi maka akan terjadi kegosongan atau karamelisasi sehingga akan kehilangan cita rasa dan warna, dan sesuai pernyataan Buckle, et. All (1992), bahwa Suhu yang digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira-kira 3 persen adalah 150°C sehingga menghasilkan kandungan air yang rendah (1-3%), membentuk supersaturated non crystaline solution yang menghasilkan ”glassy tekstur” bentukkan menyerupai glass yang bening dan tekstur yang keras, serta memiliki kelembaban relatif dibawah 30%.. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak suka. Tekstur yang dihasilkan sudah mengeras seperti glassy tekstur atau tekstur seperti gelas. Hal ini disebabkan oleh jumlah gula yang ditambahkan hampir sesuai prinsip perbandingan gula dengan buah yakni 2 berbanding 1. Hal ini sesuai pernyataan Buckle,et. all (1992), bahwa penambahan gula yang terlalu banyak akan menyebabkan kembang gula menjadi keras dan berkristal. Sebaliknya bila penambahan gula yang terlalu sedikit menyebabkan kembang gula menjadi lembek. Apabila penambahan gula disesuaikan jumlahnya dengan banyaknya buah yang dipakai, akan dihasilkan kembang gula yang mempunyai tekstur yang diinginkan.  

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini, adalah:
1. Pembuatan permen yang baik adalah dengan pencucian, pembuatan bubur buah, penimbangan, penambahan gula, pemasakan, pencetakan kemudian pendinginan.
2. Jumlah gula yang ditambahkan berpengaruh terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur permen yang dihasilkan.

B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya dilakukan praktikum dengan membandingkan dua buah berbeda yang digunakan, antara buah yang masak penuh dengan setengah masak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012a. Mangga. http://www.blogspot.mangga.ac.id. Diakses tanggal 20 Maret 2012. Makasar.
Anonim, 2012b. Klasifikasi Mangga. http://www.wordpres/org. klasifikasi/mangga. Diakses tanggal 20 Maret 2012. Makasar. Buckle, Kenneth, A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham, H., dan Wooton, Michael. 1992. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Yakarta. UI-Press.
Jackson, E.B. 1995. Sugar Confectionary Manufakture. Blackie Academic and Prof. London.
Suprianto. 2007. Parameter Mutu Permen Kunyah. Indonesia. Food Review,Vol.II.No.2.
Tawali Abubakar. 2007. Teknologi Pembuatan Toffee.Food Review, Vol.II. No.2.Februari.
Winarno F.G, Srikandi Fardiaz dan Dedi Fardiaz. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta. Gramedia.

LAPORAN PEMBUATAN ABON JANTUNG PISANG

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung pisang biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran bahkan dianggap sebagai limbah. Masyarakat memanfaatkan jantung pisang ini terbatas hanya pada olahan sayuran tanpa mengetahui bahwa jantung pisang ini ternyata dapat diolah menjadi salah satu produk yang berbeda. Jantung pisang ini berpotensi untuk diolah lebih lanjut karena rasa yang dihasilkan tidak kalah dengan produk masakan yang lain. Jantung pisang ini kebanyakan diolah dalam bentuk berkuah tetapi belum mengembangkan untuk pengolahan dengan cara yang lain. Abon dipasaran umumnya terbuat dari hewani seperti daging sapi atau ikan. Abon dari jantung pisang ini akan memberikan cita rasa yang berbeda dari abon biasa, selain karena pengaruh bahan bakunya tetapi juga dari flavournya. Pembuatan abon jantung pisang ini bisa dijadikan sebagai modifikasi untuk memberikan variasi cita rasa abon. Abon jantung pisang ini sangat berpotensi untuk dikembangkan karena selain rasanya yang enak tetapi juga awet karena bentuknya kering. Pembuatan abon jantung pisang ini tidak akan jauh berbeda dengan yang abon umumnya. Pembuatan abon jantung pisang membutuhkan campuran bumbu-bumbu yang tepat agar cita rasa yang dihasilkan lebih enak. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan praktikum mengenai pembuatan abon jantung pisang untuk mengetahui cara pembuatan abon jantung pisang yang baik dan benar. Selain itu untuk mengetahui fungsi bahan tambahan selain sebagai pemberi cita rasa.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara pembuatan abon jantung pisang yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan bawang merah, bawang putih dan gula merah pada pembuatan abon jantung pisang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang (Musa Paradisiaca)
Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium (Anonim, 2012a). Klasifikasi pisang menurut Anonim (2012a), adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca

B. Jantung Pisang
Bunga yang satu ini sering disepelekan bahkan dibuang karena dianggap mengganggu pertumbuhan buah pisang. Padahal meskipun remeh, jantung pisang ini punya sejumlah nutrisi yang bagus untuk meredam sejumlah penyakit. Setiap pohon pisang hanya menghasilkan satu tandan buah pisang yang berasal dari satu jantung atau kelompok bunga pisang. Jantung pisang harus dipotong agar tidak menghambat pertumbuhan buah dan mencegah penyakit pada tanaman pisang. Karenanya jantung pisang sering dianggap limbah yang murah. Meskipun remeh dan murah jantung pisang bernutrisi tinggi. Tiap 25 gram jantung pisang, mengandung 31 kkal kalori, 7.1 gram karbohidrat, 0.3 gram lemak, dan 1.2 gram protein. Selain itu, ada kandungan mineral (fosfor, kalsium, dan zat besi) serta vitamin (A, B1, dan C), dan serat pangan. Jantung pisang baik dikonsumsi oleh orang yang sedang diet lemak karena rendah lemak dan memberi rasa kenyang lebih lama. Penderita diabetes juga bisa makan jantung pisang karena indeks glikemik (GI) nya rendah. Kandungan serat dalam jantung pisang dapat memperlancar pencernaan serta mengikat lemak dan kolesterol untuk dibuang bersama kotoran. Juga dapat mencegah penyakit jantung dan stroke karena dapat memperlancar sirkulasi darah dan bersifat antikoagulan (mencegah penggumpalan darah). Produk olahan jantung pisang juga banyak. Misalnya dendeng, bakso, abon, dan satai dan sudah dapat diperoleh di pasaran (Anonim, 2011). Jantung pisang memang cocok dijadikan dendeng karena tekstur serat jantung pisang mirip serat daging. Tidak semua jantung pisang enak dimakan. Di antara jantung pisang yang enak dimakan adalah jenis pisang klutuk, pisang kepok, pisang raja bulu, dan pisang raja siam. Yang paling enak adalah jantung pisang dari jenis pisang klutuk (Anonim, 2009).

C. Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani, 2007). Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009).

D. Bahan Tambahan
Adapun bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan abon jantung pisang yaitu: 1. Bumbu dan Rempah-Rempah Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai penambah aroma pada makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan. Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karena mengandung efek antiseptik dari senyawa alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia. Selain bawang merah juga digunakan ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997). Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin oksidase sehingga bersifat anti tumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 sebesar 7 mm (Sianturi, 2000). Produk olahan jantung pisang yang akan dikembangkan berikutnya adalah abon jantung pisang. Dalam membuat abon, perlu dipilih bahan yang masih segar dan berkualitas baik agar hasil abonnya juga berkualitas. Rempah dan bumbu yang digunakan harus masih segar, karena selain sebagai penambah rasa, rempah juga berfungsi sebagai pengawet pada proses pembuatan abon. Walau demikian, penggunaan rempah seperlunya saja, jangan berlebihan akan membuat abon berasa beda (Yuniardo, 2010). 2. Gula Merah Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir produk abon sapi. Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan. Penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan (Sianturi, 2000). 3. Garam Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa, penghambat pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama proses pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2 g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut. Pemberian garam dapat menjaga keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting dalam pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa. Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya ion logam dalam Kristal garam yang dapat membentuk pirazin yang membentuk reaksi lanjutan antara asam amino tertentu dengan ketengikan (Usmiati dan Priyanti, 2008). 4. Santan Kelapa Santan atau santen adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan kemudian diperas bersama air. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi gurih. Pada masa dahulu, santan akan diperas dari kelapa yang diparut dan dicampur dengan air panas sebelum diperas. Pada masa kini, terdapat mesin pemeras santan. Untuk penggunaan mesin, kelapa yang diparut tidak perlu dicampurkan dengan air, dan pati santan yang terhasil adalah 100% tulen. Terdapat juga santan instan atau siap saji dalam paket yang cuma perlu ditambah air panas sebelum digunakan (Anonim, 2012b).

E. Proses Pengolahan
Adapun menurut Anonim (2010), proses pengolahan abon jantung pisang adalah sebagai berikut: Bahan Abon Jantung Pisang : 1. Jantung pisang, 500 gram 2. Kaldu daging sapi bubuk, 2 sendok makan 3. Daun salam, 2 lembar 4. Lengkuas, 1 cm, memarkan 5. Air, 1 liter 6. Minyak goreng, 500 ml Bumbu Halus : 1. Bawang putih, 6 siung 2. Bawang merah, 4 butir 3. Ketumbar, 2 sendok the 4. Garam, secukupnya 5. Gula merah sisir, secukupnya Cara membuat Abon Jantung Pisang : 1. Didihkan air dan kaldu sapi bubuk. Masukkan jantung pisang, rebus hingga lunak, angkat dan tiriskan. 2. Potong jantung pisang dan tumbuk agak halus. 3. Tumis bumbu halus, daun salam dan lengkuas hingga harum. 4. Masukkan jantung pisang, aduk rata. Masak hingga bumbu meresap dan kering. Angkat. 5. Panaskan minyak, goreng jantung pisang hingga kuning kecokelatan. Angkat dan tiriskan. 6. Pres atau peras abon hingga minyaknya tiris. Sajikan.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 13 Maret 2011 pukul 08.00-11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat- alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : - kompor - timbangan analitik - baskom - lumpang/ulekan - saringan - pisau - wajan - sendok kayu - kukusan Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : - jantung pisang - aluminium foil - merica - daun salam - gula merah - ketumbar - air - tissue roll - sarung tangan plastik - santan - bawang merah - bawang putih - lengkuas

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah: 1. Disiapkan semua alat dan bahan 2. Dimasak jantung pisang ± 30 menit, lalu di suwir-suwir. 3. Ditimbang jantung pisang sebanyak 507,04 gram. 4. Ditimbang semua bahan-bahan, bawang merah 15 % (76 gram), bawang putih 15 % (76 gram), gula merah 20 % (101 gram), merica 1 gram. 5. Dididihkan santan yang telah di peras. 6. Dimasukkan bawang merah, bawang putih, merica, daun salam, ketumbar, lengkuas ke dalam santan yang telah dipanaskan. 7. Dimasukkan Jantung pisang yang telah dihaluskan (suwir-suwir) ke dalam campuran bumbu dan santan. 8. Ditambahkan 20 % (101 gram), gula merah, sereh yang dimemarkan, serta daun salam 1 lembar. 9. Dimasak hingga kering dan dilakukan uji organoleptik (aroma, rasa, tekstur dan warna).

D. Perlakuan Praktikum
Perlakuan pada praktikum ini adalah : I. Abon jantung pisang + bawang merah 5% + bawang putih 5% + gula merah 10% II. Abon jantung pisang + bawang merah 10% + bawang putih 10% + gula merah 15% III. Abon jantung pisang + bawang merah 15% + bawang putih 15 % + gula merah 20% E. Parameter Pengamatan Parameter pengamatan pada praktikum ini adalah: 1. Warna 2. Aroma 3. Tekstur 4. Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil yang didapatkan pada praktikum dapat dilihat dibawah ini: Tabel 02. Hasil Uji Organoleptik Abon Jantung Pisang No Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur 1 I Agak suka Agak suka Agak suka Agak suka 2 II Agak suka Tidak suka Tidak suka Agak suka 3 III Agak suka Agak suka Agak suka Tidak suka Sumber: Data Sekunder Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2012. Keterangan : I. Abon jantung pisang + bawang merah 5% + bawang putih 5% + gula merah 10% II. Abon jantung pisang + bawang merah 10% + bawang putih 10% + gula merah 15% III. Abon jantung pisang + bawang merah 15% + bawang putih 15 % + gula merah 20%

B. Pembahasan

Jantung pisang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan abon jantung pisang, karena jantung pisang memiliki serat. Tekstur serat pada jantung pisang mirip serat daging, sehingga cocok untuk dibuat abon. Serat pada jantung pisang banyak mengandung zat gizi yang bermanfaat bagi kesehatan. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2009), bahwa jantung pisang memang cocok dijadikan dendeng karena tekstur serat jantung pisang mirip serat daging. Proses pembuatan abon jantung pisang dimulai dengan, jantung pisang dibersihkan dan di potong-potong, lalu di rebus hingga masak. Menyiapkan bumbu-bumbu dan rempah (bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, lengkuas, serah, daun salam, gula merah, santan dan garam). Santan di masak hingga mendidih lalu di masukkan bumbu yang telah di haluskan (bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, dan lengkuas), dan dimasukkan jantung pisang yang sebelumnya telah masak. Di aduk hingga mengering lalu di tambahkan sereh dan gula merah, kemudian di pres hingga kandungan minyaknya berkurang dan di goreng kembali hingga renyah dan gurih. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2010), bahwa proses pembuatan abon jantung pisang adalah didihkan air dan kaldu sapi bubuk. Masukkan jantung pisang, rebus hingga lunak, angkat dan tiriskan. Potong jantung pisang dan tumbuk agak halus. Tumis bumbu halus, daun salam dan lengkuas hingga harum. Masukkan jantung pisang, aduk rata, masak hingga bumbu meresap dan kering lalu diangkat. Panaskan minyak, goreng jantung pisang hingga kuning kecokelatan. Angkat dan tiriskan. Pres atau peras abon hingga minyaknya tiris. Sajikan. Warna yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak disukai. Warna ini agak disukai karena kurang menyerupai warna abon pada umumnya yakni coklat. Warna abon jantung pisang yang dihasilkan ini kurang coklat karena pengaruh kurangnya gula merah yang ditambahkan serta warna dasar jantung pisang ini yakni warna putih,dan yang paling utama yakni waktu penggorengan yang tidak cukup. Hal ini sesuai pernyataan Sianturi (2000), bahwa fungsi gula merah dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil produk abon jantung pisang. Aroma yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak disukai. Aroma yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh penambahan bumbu-bumbu. Aroma yang dihasilkan ini berasal dari kandungan masing-masing bumbu yang memiliki aroma yang khas sejenis minyak atsiri yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan aroma yang khas abon. Hal ini sesuai pernyataan Purnomo (1997), bahwa bumbu dan rempah-rempah berfungsi sebagai aroma pada makanan, senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan III yakni tidak disukai. Tekstur ini tidak disukai disebabkan oleh waktu penggorengan tidak sesuai dengan prosedur yakni waktu penggorengan yang singkat sehingga penyerapan minyak terlalu besar menyebabkan tekstur abon jantung pisang yang dihasilkan menjadi kurang renyah. Selain itu adanya penambahan santan kelapa yang membuat abon jantung pisang menjadi gurih. Hal ini tidak sesuai pernyataan Suryani (2007), bahwa fungsi minyak goreng dalam proses penggorengan abon yakni sebagai penghantar panas sehingga produk abon menjadi renyah karena penghilangan kadar air. Rasa yang dihasilkan pada perlakuan III yakni agak disukai oleh panelis. Rasa abon jantung pisang ini dipengaruhi oleh penambahan santan kelapa yang dapat membuat rasa abon jantung pisang menjadi gurih dan juga adanya penambahan bumbu-bumbu yang menambah cita rasa. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2012b), bahwa santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi gurih, serta sesuai dengan pernyataan Purnomo (1997), bahwa penggunaan bumbu dan rempah dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih. Faktor-faktor yang mempengaruhi produk abon jantung pisang menjadi tidak disukai yakni penambahan bumbu yang berlebihan dan tekstur yang kurang renyah. Hal ini dipengaruhi oleh waktu penggorengan yang terlalu singkat sehingga pengeluaran air dalam bahan kurang optimum. Hal ini sesuai penyataan Suryani (2007), bahwa fungsi minyak goreng dalam proses penggorengan abon yakni sebagai penghantar panas sehingga produk abon menjadi renyah karena penghilangan kadar air, dan pernyataan Yuniardo (2010), bahwa penggunaan bumbu dan rempah harus seperlunya saja,jika berlebihan akan menghasilkan rasa yang berbeda.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Proses pembuatan abon jantung pisang adalah perebusan jantung pisang, pemotongan jantung pisang dan penghalusan bumbu-bumbu, pemasakan santan dan pemasakan bumbu dan jantung pisang, pemasakan hingga kering dan pengemasan.
2. Penambahan bawang merah, bawang putih dan gula merah dalam pembuatan abon jantung pisang mempengaruhi rasa, aroma, warna da tekstur yang dihasilkan.
B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar bahan baku jantung pisang yang digunakan diketahui jenis spesiesnya dan dibandingkan spesies mana yang memiliki uji organoleptik yang paling baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2009. Dendeng Jantung Pisang Potensi Kuliner Cimahi. http:// bisnisukm.com/dendeng-jantung-pisang-potensi-kuliner-cimahi.html. Di akses tanggal 16 Maret 2012. Makassar.
Anonim, 2010. Resep Abon Jantung Pisang. http://resepmasakan indonesia.info/tag/jantung-pisang/. Di akses tanggal 16 Maret 2012. Makassar.
Anonim 2011. Jantung Pisang Cegah Serangan Stroke. http://food.detik.com/. Di akses tanggal 16 Maret 2012. Makassar.
Anonim, 2012a. Pisang. http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang. Di akses tanggal 16 Maret 2012. Makassar.
Anonim, 2012b. Santan. http://id.wikipedia.org/wiki/Santan. Di akses tanggal 16 Maret 2012. Makassar.
Perdana, A. 2009. Proses Pembuatan Abon Sapi. http://perdanaangga. wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abon-dan-nugget/ [10 November 2010].
Purnomo. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging Kering Dan Dendeng Selam Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
Sianturi, R. 2000. Kandungan Gizi Dan Palatabilitas Abon Daging Sapi Dengan Kacang Tanah (Arachis hypogeal linn) sebagai Bahan Pencampur. Skripsi. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suryani, 2007. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Usmiati , S, dan A. priyanti. 2008. Sifat Fisikokimia Dan Palatabilitas Bakso Daging Kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Yuniardo, N., 2010, “Resep Abon Jantung Pisang”. inforesep.com/resep-abon jantungpisang. Html.

EVALUASI MUTU MINYAK GORENG

1.     Apa yang dimaksud dengan minyak dan lemak serta berkan perbedaan – perbedaannya! Jawab : Perbedaan antara lemak dan minyak antara la...