Senin, 04 Juni 2012

LAPORAN PEMBUATAN SAUERKRAUT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam nabati, salah satunya adalah sayuran. Telah banyak kita temui berbagai macam jenis sayuran salah satunya adalah sawi. Selain digunakan sebagai sayuran yang dikonsumsi biasa sebagai pendamping nasi. Sawi bisa dijadikan sebagai produk fermentasi yaitu sauerkraut yang nilai gizinya tidak kalah dengan produk fermentasi lainnya. Sayuran memiliki sifat cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Tujuan pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu. Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi. Sauerkraut diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses pembuatan sauerkraut sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Terjadi proses fermentasi spontan dalam pengolahan sauerkraut ini, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi gagal atau berhasilnya pembuatan sauerkraut. Oleh sebab itu, praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut yang baik dan benar serta mengetahui pengaruh penambahan garam pada sauerkraut.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut sebagai salah satu metode memperpanjang masa simpan sayuran.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan garam pada pembuatan sauerkraut. 

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sawi hijau (Brassica rapa)

Sawi hijau (Brassica rapa) convar. parachinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae, merupakan jenis sayuran yang cukup populer. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar (biasanya dilayukan dengan air panas) atau diolah menjadi asinan (kurang umum). Jenis sayuran ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Bila ditanam pada suhu sejuk tumbuhan ini akan cepat berbunga. Karena biasanya dipanen seluruh bagian tubuhnya (kecuali akarnya), sifat ini kurang disukai. Pemuliaan sawi ditujukan salah satunya untuk mengurangi kepekaan akan suhu ini (Anonim, 2009a). Klasifikasi ilmiah dari sawi hijau berdasarkan Anonim (2011), yaitu : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa var. parachinensis L.

B. Sauerkraut

Sauerkraut merupakan produk hasil fermentasi sayur sawi yang memiliki karakteristik warna, tekstur, dan aroma khas yang diperoleh dari proses fermentasi dengan cara mengiris - iris sawi dan dicampur dengan larutan garam. Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asamnya diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di identifikasi berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau roti. Gula yang terkandung dalam sayur sawi terdiri dari 85% glukosa dan15% fruktosa. Komposisi zat gizi termasuk gula dalam sawi / kol bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman (Frazier dan Westhoff. 1988). Kandungan gula dalam pembuatan sauerkraut, memainkan peranan yang penting karena pengaruhnya terhadap keasaman maksimal yang dihasilkan saat fermentasi. Perbedaan kandungan gula dengan kisaran 2,9 % - 6,4% pada kebanyakan jenis sawi, menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan gula maka produk yang dihasilkan juga akan mengandung kadar asam yang tinggi, jika tidak dilakukan proses penghentian fermentasi yakni dengan cara pendinginan atau pengalengan. sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Kadar garam yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut berkisar antara 2,25 -2,5 % berat sawi untuk menghasilkan kraut dengan kualitas yang baik dan garam harus terdistribusi secara merata. Kadar garam untuk pembuatan produk asinan juga dapat berkisar antara 5-15%. Garam yang ditambahkan akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi, 2011).

C. Faktor-Faktor Pengolahan Sauerkraut

Faktor-faktor yang utama dalam fermentasi sayuran adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang merata, terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri asam laktat. Selanjutnya disebutkan bahwa kebersihan bahan baku juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran. Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan pertumbuhannya yang terdiri dari sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan energi kimia dan untuk menyusun komponen-komponen sel (Buckle, et.all. 1987) Menurut Marta (2011), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan sauerkraut adalah: 1. Garam Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk. Garam, dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan sawi. Jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat sawi untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap. 2. Suhu Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yangakan tumbuh. 3. Oksigen Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.

D. Proses Pengolahan

Sauerkraut adalah fermentasi sawi menggunakan bakteri asam laktat sehingga beras masam. Sawi dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak dan kotor, dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar ±1 mm. Irisan sawi ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki atau wadah kemudian ditambahkan larutan garam 2,25% dan diaduk serata mungkin. Bakteri yang memulai fermentasi adalah Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh Lacotabacillus brevis, Lb. plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Suhu optimal untuk fermentasi ini adalah 25-30ºC dengan waktu 2-3 minggu. Suhu di atas 30ºC mengakibatkan produksi asam berlebihan sedang jika suhu kurang dari 25ºC sering muncul flavor dan warna yang tidak diharapkan serta waktu fermentasi menjadi sangat lama (Anonim, 2009b). Menurut Margono (1993), proses pengolahan sauerkraut adalah sebagai berikut: BAHAN 1. Sayuran (Kol atau sawi) 1 kg 2. Garam 50 gram 3. Air secukupnya ALAT 1. Pisau 2. Ember plastik kecil dan tutup 3. Lilin atau lem plastik 4. Botol selai dan tutup yang sudah disterilkan 5. Panci 6. Baskom CARA PEMBUATAN SAUERKRAUT: a. Layukan sayuran (kol/sawi) selama 1 malam; b. Buang daun sayuran (kol/sawi) bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu cuci; c. Iris tipis-tipis ± 2~3 mm, tulang daun sedapat mungkin tidak disertakan. d. Campurkan dengan garam 25 gram, aduk hingga rata kemudian masukkan ke dalam ember kecil sambil ditekan-tekan agar padat. Tutup dengan plastik serta diberi beban diatasnya; e. Tutup ember dengan penutupnya, lalu sepanjang lingkaran penutup dilem atau diberi lilin agar tak ada udara yang masuk; f. Biarkan peragian selama 2~3 minggu pada suhu ruangan, setelah itu pisahkan cairannya; g. Segera masukkan padatan sauerkraut tersebut ke dalam botol selai; h. Buat larutan garam dengan melarutkan garam 25 gram dalam 1 liter air dan aduk sampai rata. Panaskan hingga mendidih; i. Dalam keadaan panas masukkan larutan garam tersebut ke dalam botol selai yang telah berisi padatan sauerkraut (untuk padatan 1 kg memerlukan cairan sebanyak 1 ½ liter). Kemudian tutup rapat; j. Rebus botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit, kemudian angkat dan dinginkan. SAYURAN KOL atau SAWI Dilayukan Diiris tipis ± 2-3 mm Dicampur dengan garam Ditutup dengan ember rapat-rapat (± 2-3 minggu) Ditiriskan Cairan Padatan Disaring Didinginkan Dipanaskan Di masukkan botol Cairan pengisi Dimasukkan dalam botol Larutan atau kaleng sauerkraut garam panas Minuman sauerkraut Dipanaskan ± 30 menit Didinginkan SAUERKRAUT Gambar 01. Diagram alir proses pembuatan sauerkraut  

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Nabati dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 06 Maret 2012 pukul 08.00-11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2012.
B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : - pisau - toples - baskom - timbangan analitik Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : - sawi hijau - garam - aluminium foil - air - plastik gula - tissue roll - sarung tangan plastik
C. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu : 1. Didiamkan selama 1 malam sawi hijau yang telah dicuci bersih. 2. Dipisahkan bagian tengah sawi hijau dan diiris tipis-tipis daun sawi hijau. 3. Ditimbang daun sawi hijau 36,28 gram dan garam 4 % yaitu 1,45 gram. 4. Diremas daun sawi hijau bersama dengan garam sawi hijau hingga menjadi kering, tanpa air. 5. Dimasukkan kedalam kantong plastik. 6. Disiapkan kantong berisi air kemudian ditumpuklangsung dan menyentuh sawi. 7. Ditutup toples rapat dengan memastikan bahwa semua celahtelah diisi oleh kantong air. 8. Diinkubasi selama tiga hari.
D. Parameter Pengamatan Parameter Pengamatan dari praktikum ini adalah - warna - aroma - tekstur 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat dari pada tabel sebagai berikut : Tabel 01. Hasil Pengamatan Sauerkraut setelah penyimpanan selama 3 hari Kelompok Parameter Warna Aroma Tekstur I Hijau Kehitaman Busuk Lunak II Hijau Busuk Keras III Hijau Sawi Lunak IV Hijau Busuk Keras V Hijau Busuk Lunak VI Hijau Busuk Lunak Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2012. Adapun perlakuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: I. Sawi hijau 45 gram + garam 2% II. Sawi hijau 21,57 gram + garam 2% III. Sawi hijau 37,13 gram + garam 3% IV. Sawi hijau 63,33 gram + garam 3% V. Sawi hijau 48,87 gram + garam 4% VI. Sawi hijau 36,28 gram + garam 4%

B. Pembahasan

Sawi yang digunakan pada pembuatan sauerkraut ini menjadi medium pertumbuhan bagi bakteri asam laktat. Sawi ini akan melakukan fermentasi bersama dengan garam yang akan menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran sebagai pelengkap subsrat untuk petumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat pada permukaan daun-daun sawi. Bakteri asam laktat pada sawi ini akan memfermentasi gula-gula menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis secara anaerob. Hal ini sesuai pernyataan (Tjahjadi, 2011), bahwa sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Proses pembuatan sauerkraut dimulai dengan, sawi dibersihkan dari bagian yang hijau,rusak atau yang kotor, dicuci dan kemudian diiris kecil-kecil selebar ± 1 mm. Bagian tengah (core) sawi dapat dibuang atau dibiarkan sebelum pemotongan kecil-kecil. Irisan sawi ini kemudian dimasukkan ke dalam tempat atau toples kaca yang selanjutnya ditambahkan 1,45 gram garam dan diaduk serata mungkin. Toples kemudian ditutup kantong yang berisi air yang cukup lebar untuk menutupi bagian tepi dari toples kaca. Air dimasukkan kedalam plastik ini yang berfungsi sebagai pemberat dan penutup yang efektif. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2009b), bahwa tahapan pembuatan sauerkraut adalah penyiapan bahan baku, pelayuan agar air dari jaringan keluar, pemisahan bagian tidak terpakai, pencucian, penirisan, penyiapan larutan garam, pemasukan sawi ke dalam toples yang bersih dan steril, penuangan larutan garam ke dalam toples berisi sawi, dan diinkubasi selama 20 hari. Faktor yang menyebabkan gagalnya sauerkraut yakni konsentrasi garam yang ditambahkan terlalu tinggi mengakibatkan penundaan fermentasi secara alamiah serta menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir. Selain itu, suhu juga dapat menentukan keberhasilan pada pembuatan sauerkraut tersebut, suhu yang lebih rendah mengakibatkan pertumbuhan bakteri asam laktat menjadi lambat sehingga tumbuh mikroba yang lain yang menyebabkan produk menjadi busuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjahjadi (2011), bahwa pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Warna yang dihasilkan pada pembuatan sauerkraut perlakuan VI diperoleh warna hijau. Warna hijau gelap pada sauerkraut ini diakibatkan karena penambahan garam yang terlalu banyak yaitu 1,45 gram (4%) sehingga proses fermentasi tidak berlagsung baik dan menunda pertumbuhan bakteri asam laktat secara alami yang diperlukan dalam pembuatan sauerkraut. Warna sauekraut yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan warna alami sawi yaitu hijau pucat. Hal ini sesuai pernyataan Marta (2011), bahwa jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat sawi untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap. Aroma sauerkraut yang dihasilkan perlakuan VI yakni berbau busuk. Hal ini disebabkan karena bakteri asam laktat yang tidak tumbuh maksimal sehingga tumbuhnya bakteri lain. Tidak maksimalnya pertumbuhan bakteri asam laktat karena suhunya tidak terkontrol dan berada di bawah suhu ruang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marta (2011), bahwa bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan VI yakni lunak. Hal ini disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme selain bakteri asam laktat yaitu tumbuhnya kapang dan khamir. Kapang dan khamir ini kandungan air dan garam yang berlebihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frazier dan Westhoff (1988), bahwa pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak.  

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Proses pembuatan sauerkraut adalah pelayuan, pemisahan bagian yang rusak, pencucian, pemotongan, penambahan garam, penyimpanan dalam toples, penumpukan air dan fermentasi.
2. Penambahan garam pada pembuatan sauerkraut mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat.

B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar dalam pengolahan sauerkraut di kontrol suhunya agar didapatkan produk sauerkraut yang berhasil dan hasil olahan sauerkraut sebaiknya dilakukan uji pH.  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009a. Sawi Hijau. http://www.plantamor.com/index.php?album=225. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar.
Anonim, 2009b. Sauerkraut (Pengawetan Sayuran). http://musicnot mustsick.blogspot.com/. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar.
Anonim, 2011. Sawi Hijau. http://id.wikipedia.org/wiki/sawi-hijau. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar.
Buckle, Kenneth, A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham, H., dan Wooton, Michael. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Universitas Indonesia : Jakarta.
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. McGraw.Hill, Inc,New York. Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung.
Margono, Tri, Detty Suryati dan Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Tjahjadi, 2011. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume II. PenerbitWidya Padjadjaran, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

EVALUASI MUTU MINYAK GORENG

1.     Apa yang dimaksud dengan minyak dan lemak serta berkan perbedaan – perbedaannya! Jawab : Perbedaan antara lemak dan minyak antara la...